Prakata

Hanya sebagai ekspresi atas ketidakadilan di negeri ini_______

20 Oktober 2010

Menggugat Fungsi Anggaran DPRD Kalimantan Barat

Menggugat Fungsi Anggaran DPRD Kalimantan Barat
“Mendorong kebijakan Anggaran yang berbasis hak dasar”

By. Indra Aminullah, S.Si

Peraturan memang memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk mengajukan raperda APBD untuk dibahas bersama DPRD. Lalu sejauh manakah kewenangan DPRD dalam menentukan APBD? Kekuasaan DPRD dalam menentukan APBN kuat, yaitu dapat menolak Raperda APBD yang diajukan Gubernur. DPRD juga dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Raperda APBD. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa usul perubahan itu dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan defisit anggaran. kewenangan yang lebih kuat lagi kepada DPRD dengan menentukan bahwa, "APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja". Karena itu, berdasarkan analisis peraturan saja kita dapat mengatakan bahwa dalam hal APBD, DPRD tidak hanya memegang kekuasaan legislatif, namun juga melaksanakan kekuasaan eksekutif, yaitu berperan dalam menentukan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Artinya selain Eksekutif, DPRD saat ini menjadi salah satu actor kunci terciptanya iklim pembangunan yang berpihak pada masyarakat miskin.

Kita memahami bahwa anggaran merupakan salah satu faktor yang akan menentukan bahwa pembangunan akan berhasil atau justeru jauh dari harapan. Pada dasarnya anggaran (dalam konteks ini adalah APBD) memiliki beberapa fungsi, yaitu:
 Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
 Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBD harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
 Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
 Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Beberapa fungsi tersebut menempatkan anggaran sebagai faktor yang berkuasa menentukan percepatan pembangunan. Disisi lain, anggaran harus dialokasikan dan didistribusikan berdasarkan atas rasa keadilan dan kepatutan dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Hal ini juga yang memberikan mandat kepada pemerintah agar memberikan kebijakan anggaran yang berbasis kepada pemenuhan hak-hak dasar warga negara. Sehingga Anggaran berbasis hak dasar adalah perencanaan dan pengalokasian anggaran yang berorientasi kepada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak dasar warga negara dan bersifat mutlak harus dilakukan oleh pemerintah.

Mengembangkan pendekatan hak dasar dalam kerangka pembangunan dikarenakan bahwa doktrin negara kesejahteraan (welfare state), bahwa negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya. Dalam naskah legal negara kita yaitu pembukaan UUD ’45; UUD ’45 pasal 26 sampai dengan pasal 34; UU No 39 tahun 1999 serta dokumen legal maupun kontraktual lainnya negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam mewujudkan kesejahteraan warga negaranya. Pertama, ditataran normatif, pembukaan UUD 1945 dan Pasal-pasal UUD 1945 mengamanatkannya secara eksplisit kewajiban dan peran negara. Kedua, prinsip-prinsip hak dalam perspektif hak asasi manusia, bahwa hak merupakan hal yang tak terpisahkan bahwa semua orang lahir dengan hak yang sama (hak asasi tidak bisa diambil maupun diserahkan sifatnya melekat), sifat hak yang universal [semua orang memiliki hak yang sama dimanapun dan sepanjang waktu. Ketiga, ditataran praktikal, mengenai relasi logis pendapatan dan belanja anggaran. Fakta bahwasanya penerimaan APBN Indonesia lebih dari 70 % adalah berasal dari pajak yang dipungut oleh negara berikut kekayaan alam yang dioptimalkan untuk memenuhi pundi-pundi keuangan negara. Keempat, adalah mengenai relasi negara dan masyarakat. Negara sebagai entitas politik memiliki segi kontraktual dengan rakyat sebagai salah satu baut yang mengunci keberadaan negara. Segi kontraktual inilah menjadi pembahasan inti adanya hak warga negara.
Anggaran Berbasis Hak Dasar menjadi signifikan ketika kita memaknai bahwa hakikat Pembangunan sebagai upaya perwujudan tanggungjawab pemerintah untuk memenuhi hak dasar warga negara. Hal ini jelas berbeda secara paradigmatik tentang pembangunan yang selama kurang lebih 65 tahun dimaknai sebagai tujuan (baca: hasil akhir). Padahal hakikat pembangunan adalah proses atau cara mencapai tujuan, bukan hasil akhir. Dimana ruang negosiasi antara warga negara dengan pemerintah menjadi mutlak didalamnya. Dan instrumen utama pembangunan salah satunya adalah Anggaran (APBN/D)
Mari sejenak kita melihat beberapa potret anggaran di Propinsi Kalimantan Barat. Untuk pemenuhan hak dasar warga bidang pendidikan dan kesehatan pada tahun 2010 dalam APBD 2010, alokasi pendidikan hanya 4,19% dari total belanja APBD dan alokasi kesehatan 2,44% dari total belanja APBD. Hal ini perlu menjadi sorotan dikarenakan masih tingginya angka buta huruf di kalimantan Barat. Dan anehnya dalam prioritas dan plafon anggaran tahun 2010 tidak satupun klausul yang berani mengungkap bahwa angka buta huruf dan angka putus sekolah di kalimantan barat masih tinggi. Disisi yang lain tingkat kesehatan masyarakat juga masih rendah ditandai dengan masih adanya kasus anak gizi buruk di beberapa daerah, kasus ibu hamil yang meninggal dunia karena kurangnya asupan gizi, banyaknya polindes serta sarana kesehatan yang tidak ”berpenghuni”, sanitasi yang tidak baik serta air bersih yang tidak memadai.
Sementara untuk Hak Ekosob, khususnya pada pada anggaran pendidikan (dinas pendidikan) dan kesehatan (dinas kesehatan) sebagai leading sector yang langsung berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia maka catatan yang dapat ditarik pada antara lain adalah anggaran yang berkaitan dengan title HAM hanya sebesar 0,10 persen dari total anggaran pada APBD 2010, sebagian besar pos anggaran tersebut adalah pos anggaran dengan kegiatan yang sama dengan tingkat efektifitas program yang belum bisa dikategorikan berhasil. Pada APBD 2010 (diluar anggaran kabupaten dan APBN), prosentase total anggaran pada dinas kesehatan baru sekitar 2.44 % dari Total anggaran ( Artinya Daerah hanya mensubsidi Rp 7.840,- /orang / tahun). Di kalimantan Barat, angka kematian bayi (AKB) mencapai 470/10.000 kelahiran hidup. Sementara Angka kematian Balita (AKBA) tercatat 370/10.000 kelahiran hidup. Angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan target nasional. Di dalam APBD anggaran yang disediakan untuk menurunkan angka kematian bayi hanya berkisar 2,72%. Rasio ibu yang meninggal karena persalinan di kalimantan barat mencapai 420/10.000 kehamilan . Dari data yang ditemukan, cakupan gizi untuk menunjang kesehatan ibu sangat minim dibuktikan dengan anggaran yang dialokasikan hanya 2,70%. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan anggaran belum memberikan respon terhadap pemenuhan hak dasar warga. Untuk menekan proporsi jumlah penduduk yang menderita kelaparan (kekurangan gizi), APBD kalbar hanya menganggarkan sejumlah 1,64% dari total APBD atau senilai Rp. 4.158,-/orang/tahun. Angka ini jauh dari standar yang sudah ditetapkan oleh WHO yaitu Rp. 285.000,-/orang/tahun. Persentase balita yang mengalami kekurangan gizi juga menunjukkan angka yang riskan. Yaitu 32,71 persen, jauh dari rata-rata nasional 28,05% atau angka rata-rata setiap propinsi yaitu 27,9 %.
Jangankan bicara kebijakan anggaran, untuk menjamin bahwa masyarakat Kalimantan Barat mendapatkan infomasi atas pembangunan pun DPRD KalBar belum berhasil. Hal ini dibuktikan dengan belum terimplementasikannya UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan seluruh Propinsi untuk membentuk Komisi Infomasi sebagai media untuk menyelesaikan sengketa informasi sebelum masuk ke ranah hukum. Dari Potret kebijakan anggaran ini penulis menilai wajar jika masyarakat menggugat fungsi anggaran yang diperankan DPRD Kalimantan Barat.


* Direktur/Sekwil JARI Borneo Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar